ADVERTORIALDPRD Bontang

Sebut LBB Tidak Sehat, Sahib Minta Perusahaan Dibubarkan karena Tak Beri Manfaat untuk Daerah

Realitasindo, Bontang – PT Laut Bontang Bersinar (LBB) kembali menuai sorotan setelah berulang kali tersandung masalah keuangan. Perusahaan yang bergerak di sektor pelabuhan Loktuan ini kembali dilaporkan menunggak gaji karyawan selama empat bulan, dengan total utang mencapai Rp 4,6 miliar.

Hal tersebut membuat anggota Komisi B DPRD Bontang, Muhammad Sahib, mendesak agar LBB dievaluasi total bahkan dibubarkan, mengingat keberadaannya tak memberi dampak positif bagi daerah.

Sahib mengungkapkan bahwa perusahaan ini sudah berkali-kali menghadapi permasalahan yang sama tanpa ada perbaikan berarti.

“Perusahaan ini sudah tidak sehat. Gaji karyawan terus tertunda, BPJS pun tidak dibayar. Kalau sudah begini, lebih baik dibubarkan saja, daripada hanya menciptakan keresahan,” ujarnya dengan tegas, Senin (4/11/2024).

Ia menilai, masalah itu bukan hanya merugikan karyawan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Menurut dia, setiap bulan selalu muncul keluhan dari para karyawan terkait tunggakan gaji yang membuat mereka kesulitan ekonomi.

“Setiap akhir bulan pasti ribut lagi. Para karyawan mengadu, melapor ke dinas tenaga kerja, bahkan mogok kerja. Hal ini sudah menjadi masalah rutin yang meresahkan,” ucapnya.

Sahib juga mempertanyakan manfaat keberadaan LBB bagi perekonomian daerah. Dengan pemasukan perusahaan mencapai Rp 800 juta per bulan, ia menilai tidak seharusnya perusahaan kesulitan membayar karyawan. Ia menilai, perusahaan tersebut tidak transparan dalam pengelolaan keuangan.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa evaluasi terhadap LBB sudah mendesak dilakukan. Kata dia, perusahaan ini hanya membebani pemerintah daerah dan tidak berkontribusi secara signifikan. Pun ia menyebut, alih-alih memberikan lapangan kerja yang layak, justru ketidakmampuan LBB mengurus karyawannya malah menambah masalah baru.

Selain itu, Sahib menyoroti kepemimpinan perusahaan yang dianggapnya kurang bertanggung jawab. Ia menyebut direktur perusahaan sering berada di luar kota, sementara karyawan terus menunggu kepastian.

“Direktur sering keluar kota, perusahaan dalam masalah, gaji karyawan tertunda. Ini ciri perusahaan yang tak sehat,” ungkapnya.

Sahib berharap agar pemerintah daerah segera mengambil langkah tegas dengan mengevaluasi atau bahkan membubarkan perusahaan jika memang tidak ada rencana perbaikan yang jelas. (adv)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button