HEADLINEKALTIMTERKINI

Menengok Kesakralan Belimbur: Warisan Budaya Kutai di Tenggarong

Realitasindo.com – Setiap tahun, Kota Tenggarong di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, berubah menjadi lautan kegembiraan saat ritual Belimbur dimulai. Belimbur adalah tradisi penyucian diri yang menjadi puncak rangkaian perayaan Erau, festival adat yang diwariskan oleh Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Belimbur bukan hanya perayaan, tetapi juga ritual sakral yang penuh makna bagi masyarakat Kutai.

Ritual ini dimulai dengan penyampaian titah Sultan Kutai yang dibacakan oleh Pangeran Notonegoro. “Tata krama mandik kawa diabaikan, Kutai Kartanegara wadah yang aman. Rakyat yang mufakat, etam kuat hidup betulungan,” demikian bunyi titah Sultan, menekankan pentingnya tata krama dan persatuan rakyat Kutai.

Setelah titah disampaikan, Sultan Kutai memerciki tubuhnya dengan *Air Tuli* (air suci dari perairan Kutai Lama) menggunakan mayang pinang, lalu memercikkan air ke empat penjuru mata angin sebagai simbol penyucian alam semesta. Ritual berlanjut ketika Sultan memercikkan air kepada para kerabat dan orang-orang terdekatnya, menandakan dimulainya Belimbur.

Ribuan masyarakat yang telah menunggu di sekitar halaman Museum Mulawarman, yang dahulunya merupakan Kedaton Kesultanan Kutai, segera bergembira mengikuti tradisi ini. Dengan antusias, mereka saling siram menggunakan berbagai alat seperti ember, gayung, hingga pistol air mainan. Tawa dan kegembiraan memenuhi udara, menciptakan suasana kebersamaan yang penuh semangat. Mobil pemadam kebakaran bahkan turut memeriahkan acara dengan menyemprotkan air ke kerumunan masyarakat, menambah keceriaan di tengah-tengah ritual suci ini.

Belimbur di sepanjang tepi Sungai Mahakam tidak kalah meriah. Suara riuh tawa dan sorak-sorai memenuhi tepian sungai, yang menjadi saksi bisu berlangsungnya ritual penyucian diri sejak zaman nenek moyang. Meskipun sempat terjadi beberapa perselisihan kecil di beberapa titik, ritual Belimbur tetap berjalan lancar dan aman, menunjukkan kekuatan adat yang masih kuat terjaga di masyarakat Tenggarong.

Bagi warga setempat, Belimbur adalah bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka. Amin, salah satu warga Tenggarong yang ikut dalam Belimbur, mengungkapkan harapannya, “Semoga kegiatan yang berlangsung setiap tahun ini dapat terus dijaga dan dilestarikan, agar budaya dapat terus diingat anak cucu kita. Semoga identitas kultur Kutai dapat menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Sampai jumpa di Erau tahun depan.”

Lebih dari sekadar tradisi, Belimbur merupakan simbol kuat dari nilai gotong royong dan kebersamaan yang melekat dalam budaya Kutai. Masyarakat percaya bahwa air dalam Belimbur membersihkan diri dari energi negatif dan memberi keberkahan untuk tahun-tahun mendatang. Ritual ini juga menggambarkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Belimbur memiliki akar sejarah yang kuat, terkait dengan legenda di Kutai Lama, tempat Kesultanan Kutai pertama kali berdiri. Dikisahkan bahwa pada zaman dahulu, seorang petinggi ulu dusun bersama istrinya, Babu Jelma, yang tinggal di Gunung Jahitan Layar, melakukan ritual serupa untuk memohon keselamatan dan kesucian diri. Tradisi ini kemudian diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian dari perayaan Erau yang kini dikenal sebagai Belimbur.

Di tengah arus modernisasi, Belimbur tetap menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Kutai. Dengan adanya festival ini, mereka tidak hanya merayakan kebersamaan dan keberkahan, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai luhur budaya tetap hidup dan berkembang seiring waktu.(*).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button