Dua Ketua, Satu KNPI: Kutim Kembali Diwarnai Dualisme Kepemimpinan
Fenomena dualisme kembali menghantui tubuh KNPI Kutim. Bukan hanya soal siapa yang sah, tapi tentang masa depan arah gerak pemuda.

Realitasindo.com – Konflik dualisme kembali menghantui tubuh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Dua sosok pemuda, Andi Zulfian N dan Avivurrahman Al-Ghazali, sama-sama mengklaim kursi Ketua DPD KNPI Kutim periode 2025–2028 setelah terpilih dalam dua musyawarah daerah (Musda) yang berbeda.
Musda pertama digelar pada 24 Februari 2025 di Ruang Meranti, Kantor Bupati Kutim, Bukit Pelangi. Dalam forum tersebut, Avivurrahman Al-Ghazali ditetapkan secara aklamasi sebagai ketua terpilih. Forum ini disebut dihadiri 79 organisasi kepemudaan (OKP) dan disaksikan empat Ketua DPD KNPI se-Kalimantan Timur.
“Musda adalah forum demokratis yang memberi kesempatan bagi siapa pun untuk berkompetisi. KNPI harus menjadi laboratorium kader bagi pemuda Kutim,” ujar Aviv dalam keterangannya.
Aviv juga menekankan pentingnya menjalin sinergi dengan pemerintah daerah, termasuk dalam mendukung program Kutim Hebat. Ia menyebut ketidakhadiran sebagian OKP dalam forum tersebut sebagai hak independen organisasi masing-masing.
Namun, dualisme muncul ketika Musda ke-VIII versi lain digelar pada 7 Juni 2025 di Hotel Royal Victoria Sangatta. Forum tersebut mengusung tema “Peta Jalan Baru Pemuda Kutim sebagai Mitra Kritis Pemerintah”, dan menghasilkan Andi Zulfian N sebagai ketua terpilih—juga secara aklamasi.
Andi membawa pendekatan berbeda. Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa KNPI bukan sekadar mitra pembangunan, tetapi harus menjadi kekuatan kritis dan solutif terhadap kebijakan pemerintah.
“Pemuda bukan alat, bukan objek, tapi subjek yang sejajar dengan eksekutif dan legislatif. Kita adalah anti-tesis dari kebijakan yang tidak pro-rakyat,” ucap Andi di hadapan para peserta Musda.
Ia juga menekankan pentingnya keluar dari romantisme simbolik organisasi pemuda dan mulai mengedepankan gagasan-gagasan substantif.
Fenomena dualisme bukan hal baru dalam tubuh KNPI, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di Kutim, situasi serupa pernah terjadi dan kini terulang kembali, menyisakan tanda tanya besar soal legitimasi kepemimpinan organisasi tersebut.
Kedua kubu sama-sama mengklaim memiliki basis dukungan dan legitimasi. Aviv didukung mayoritas OKP dan mengklaim kehadiran pengurus KNPI Kaltim. Sementara Andi membawa narasi perubahan yang berfokus pada peran pemuda sebagai mitra kritis pemerintah.
Secara de facto, keduanya mendapatkan dukungan dari OKP dan pemuda di Kutim, namun secara de jure, publik masih menanti klarifikasi struktur resmi dari DPD KNPI Kalimantan Timur dan legalitas forum masing-masing.
Di tengah dualisme yang terjadi, banyak pihak berharap ada upaya penyatuan kembali wadah kepemudaan ini. Sebab, jika dibiarkan, dualisme dikhawatirkan justru memperlemah suara pemuda Kutim dalam mengambil peran strategis pembangunan daerah.
Pemuda adalah aset politik, sosial, dan budaya. Ketika terbelah oleh kepentingan dan afiliasi, maka misi penguatan kapasitas generasi muda justru terancam kehilangan arah.
Kedua ketua yang terpilih pun memiliki tugas berat: menyatukan, bukan memecah; membangun, bukan hanya menandingi.(*)