
Mengutip laman resmi Disparpora Kabupaten Barru, di Monumen Paccekke tersebut terukir surat perintah (mandat) Panglima Besar TRI Jenderal Soedirman yang masih ditulis dalam ejaan lama, yang menugaskan Mayjen Andi Mattalatta melaksanakan Konferensi Paccekke. Konferensi tersebut melahirkan TRI Devisi Hasanuddin dan cikal bakal Kodam XIV Hasanuddin.
Monumen ini terletak di Desa Paccekke Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru. Letaknya di tengah hamparan rumput hijau dengan bangunan yang didominasi warga putih.
Sejarah Monumen Pacceke
1. Kondisi Sulit Pejuang Sulawesi Selatan
Mengutip jurnal Universitas Negeri Makassar berjudul “Konferensi Paccekke di Barru Tahun 1947” pejuang di Sulawesi Selatan dalam kondisi terpuruk saat menghadapi Belanda yang berusaha untuk kembali berkuasa. Tidak hanya kekurangan alat persenjataan, para pejuang yang ada di Sulawesi Selatan kurang memiliki pengalaman untuk menghadapi Belanda.
Meskipun demikian para pejuang memiliki tekad yang kuat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. Hampir di seluruh pelosok Sulawesi Selatan didirikan organisasi kelaskaran untuk menghimpun kekuatan dalam menghadapi Belanda. Bahkan mereka juga menyatukan kekuatan dengan menghimpun sejumlah organisasi kelaskaran agar lebih kuat.
Pada akhir tahun 1945 rombongan yang terdiri dari Manai Sophian dan J.D. Syaranamual bertolak ke Jawa. Keduanya diberi tugas untuk memberi laporan kepada Pemerintah RI mengenai situasi perjuangan di Sulawesi Selatan dan kesulitan yang dihadapi untuk tetap menggelorakan perjuangan.
Kemudian disusul oleh M. Saleh Lahade, Andi Mattalatta, La Nakka, dan Mohd. Amin Lamacca. Rombongan berikutnya yang berangkat adalah Andi Yusuf dari Bone.
Setelah itu disusul oleh rombongan Andi Sapada, yang di dalamnya terdiri dari Andi Oddang, Rivai Paerai, Syamsul Arif, Andi Djamarro, dan Darwana. Mereka ini bertolak dari Suppa dengan menggunakan perahu Beggo.
Rombongan selanjutnya adalah Daen Lawa. Dalam rombongan ini ikut pula Arsyad B, Musa Gani, Muhammadyah, Andi Magga Amirullah, Bau Mahmud, dan Andi Tau. Setelah itu berangkat pula rombongan Alim Bachri, Bachtiar, dan Mahmud Sewang. Mereka ini berangkat dari Makassar.
Kemudian rombongan yang berangkat dari Mandar adalah A. Malik dan A. Gatie, sedangkan dari Bulukumba berangkat rombongan Andi Puna.
Pada tanggal 9 Januari 1946 rombongan yang dipimpin oleh M. Saleh Lahade tiba di Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 12 Januari bersama dengan beberapa orang lainnya yakni Andi Mattalatta, La Nakka, Muh. Yamin, H. Moh. Yahya, dan H. Moh. Karim menghadap Presiden Soekarno di istana Negara Yogyakarta.
Rombongan ini membawa surat dan laporan dari Gubernur Sulawesi Dr. Ratulangi. Setelah mengetahui duduk persoalannya, rombongan ini diminta untuk menghadap Sutan Syahrir, Perdana Menteri di Jakarta.
Oleh karena jarak ke Jakarta cukup jauh dan untuk mendapatkan hasil maksimal akhirnya diputuskan membagi dua rombongan. Satu rombongan ke Jakarta dan satu lagi berusaha bertemu dengan Jenderal Soedirman. M. Saleh Lahade berangkat ke Jakarta dan Andi Mattalatta menemui Jenderal Soedirman.
2. Mandat Jenderal Soedirman
Andi Mattalatta kemudian berhasil bertemu dengan Jenderal Soedirman. Setelah melaporkan situasi politik dan jalannya perlawanan di Sulawesi Selatan, Jenderal Soedirman memberikan beberapa arahan agar perlawanan di Sulawesi Selatan tetap dapat dipertahankan.
Setelah itu Andi Mattalatta menghubungi Komandan Batalyon Kemajuan Indonesia, Kahar Muzakkar. Ketika itu Kahar Muzakkar memiliki kurang lebih 800 orang anggota. Mereka adalah mantan narapidana dari Nusakambangan yang kebanyakan adalah orang Sulawesi Selatan.
Dalam pertemuan itu dibicarakan kemungkinan untuk membentuk Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS). Keduanya sepakat untuk mewujudkan usul itu. Selanjutnya mereka menemui kembali Jenderal Soedirman untuk memberitahukannya dan sekaligus untuk mendapatkan dukungan.
Usulan tersebut pun diterima oleh Jenderal Soedirman dan kemudian disahkan sebagai bagian dari rencana Markas Besar Tentara (MBT).
Pada tanggal 16 April 1946 keluarlah Surat Keputusan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang menugaskan kepada Kahar Muzakkar, Andi Mattalatta, dan M. Saleh Lahade untuk melakukan rencana kerja MBT. Adapun yang diberikan MBT kepada pemegang mandat adalah sebagai berikut:
Melakukan persiapan dalam pembentukan kader dari pasukan lengkap dengan peralatan tentara yang akan diberangkatkan secara ekspedisi ke Sulawesi.
Membentuk Tentara Republik Indonesia Persiapan di Sulawesi Selatan dengan kekuatan satu Devisi, hingga kesatuan yang terkecil guna menegakkan dan membela Republik Indonesia.
Menyampaikan laporan tentang hasil tugas tersebut kepada Panglima Besar Jenderal Soedirman.
TRIPS lantas mengorganisir pasukan ekspedisi yang dikirim ke Sulawesi Selatan untuk membantu dan mendorong semangat perjuangan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan RI.
3. Ekspedisi Tentara Indonesia di Sulawesi Selatan
Pembentukan Tentara Indonesia di Sulawesi Selatan diperlukan perjuangan. Tokoh-tokoh pejuang se Sulawesi Selatan melakukan persiapan dengan matang terutama dari segi taktik dan strateginya karena khawatir rencana tersebut akan diketahui oleh pasukan NICA.
Ekspedisi Tentara Republik Indonesia ke Sulawesi Selatan dilakukan secara bertahap. Ekspedisi TRIPS yang pertama direncanakan akan berangkat pada tanggal 23 Mei 1946 akan tetapi tertunda dan baru dapat terlaksana pada tanggal 27 Juni 1946. Pimpinan pasukan ekspedisi pertama ini adalah kapten Muhammadong.
Pada bulan Juni 1946 TRIPS kembali mengirim pasukannya yang kedua ke Sulawesi Selatan. Ekspedisi kedua ini dipimpin oleh M. Tahir Daeng Tompo.
Ekspedisi TRIPS yang ketiga dipimpin oleh Letnan Abdul Latif. Pasukan pimpinan Letnan Abdul Latif ini membawa senjata lengkap. Pendaratan dilakukan pada awal bulan Desember 1946 yang ketika itu operasi Westerling baru saja dimulai.
Hampir bersamaan dengan datangnya rombongan ekspedisi ketiga, rombongan Andi Manyulei mendarat di Suppa kemudian terus ke Maiwa. Ditempat itu ia bergabung dengan laskar pemuda Maiwa dan memberikan pelatihan dasar pertempuran dengan taktik gerilya.
Ekspedisi kelima dibawah pimpinan Letnan M. Said dan Murtala dengan membawahi 18 orang anggota juga mendarat di Suppa. Tapi sebelum rombongan ini
mendarat, mereka dihadang oleh tentara NICA dan akhirnya mereka semua gugur.
Sementara pasukan ekspedisi kelompok komando pimpinan Mayor Andi Mattalatta tiba di pulau kecil bernama panikiang pada tanggal 26 Desember 1946 sore. Pasukan pimpinan Andi Mattalatta ini menggunakan perahu jenis Lambo.
Pada tanggal 27 Desember 1946 komando utama TRIPS pun mendarat dengan selamat di Garongkong dan dijemput oleh M. Said dan La Ballu.
4. Pembentukan Tentara Indonesia di Sulawesi Selatan
Setelah perjalanan panjang, para pejuang Sulawesi Selatan dan ekspedisi pasukan Tentara Indonesia tiba di Desa Paccekke. Desa ini dianggap paling aman saat itu.
Konferensi Paccekke dimulai pada tanggal 20 Januari 1947 dan berakhir pada tanggal 22 Januari 1947. Konferensi ini bertempat di sebuah lembah di pegunungan Soppeng Riaja, Desa Paccekke.
Konferensi besar pun dilakukan dengan agenda pembentukan Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi Selatan. Pimpinan konferensi adalah Andi Mattalatta yang dibantu oleh M. Saleh Lahade sebagai pemegang mandat dari Panglima Besar Jenderal Soedirman sebagai pimpinan Markas Besar Tentara (MBT).
Dilansir dari buku yang diterbitkan oleh UPT Unhas Press yang berjudul “Dinamika Kemiliteran: Dari Kelaskaran hingga Batalyon 710 di Sulawesi Selatan”, pada Konferensi Paccekke yang berlangsung dari tanggal 20 lanuari 1947, direncanakan untuk membentuk satu divisi di Sulsel dengan kekuatan empat resimen termasuk 1 resimen persiapan untuk Sulawesi Tenggara, adalah:
- Satu resimen di Polongbangkeng bagian Selatan
- Satu resimen di sekitar Pare-pare
- Satu resimen di sekitar Palopo
- Satu resimen dipersiapkan untuk Sulawesi Tenggara.
Pada saat akan dilaksanakan konferensi, Datu Suppa, Andi Abdullah Bau Massepe tidak bisa hadir karena telah tertangkap oleh tentara NICA, sehingga waktu dilantik sebagai hasil konferensi, ia hanya dilantik secara “in abcentia” sebagai Panglima Divisi Hasanuddin dengan pangkat kolonel. Susunan Resimen I Devisi Hasanuddin adalah :
Komandan : Letkol Andi Selle (Mattola)
Kepala Staf/wakil : Mayor A. Arsyad, H. Thayeb Kallado
Kepala Bagian : Andi Paramajeng
Komandan Batalion :
- Batalion Satu Komandan L. Rahmansyah
- Batalion Dua Komandan Ambo Siradie
- Batalion Tiga Komandan Abubakar Lambogo
- Batalion Empat Komandan Andi Parenrengi
Batalion Lima Komandan La Kallo Ambo Dondi (batalion ini belum dilantik saat itu).
Setelah Konferensi Paccekke dilangsungkan dalam rangka pembentukan Divisi Hasanuddin (TRIPS), pendaratan ekspedisi dari pulau Jawa tetap dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu para pejuang di Sulsel yang telah disatukan oleh satu wadah yaitu TRIPS untuk menghalau/mengusir para penjajah.(detiksulsel)