Realitasindo.com-Tidak ada demokrasi yang sehat tanpa kemerdekaan pers. Dan tidak ada pula kemerdekaan pers tanpa demokrasi yang sehat. Demokrasi dan pers adalah dua instrumen yang saling berkaitan. Oleh karena itu, di era demokrasi seperti sekarang, kemerdekaan pers tidak boleh mati. Dewan Pers, memastikan itu.
Prinsip itu juga sejalan dengan tema Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2023 yang diusung tahun ini, “Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat”.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli menerangkan, di zaman orde baru tidak ada kemerdekaan pers. Pembredelan dan penutupan perusahaan media, menjadi wewenang pemerintah. Kebebasan pers baru diraih pasca reformasi 1998. Kebebasan pers inilah yang menurut Arif, harus selalu dijaga sampai kapan pun.
“Kenapa kemerdekaan pers harus kita jaga? Bukan hanya untuk wartawan tapi ini adalah hak setiap warga negara, hak publik, untuk menerima informasi,” jelas Arif saat mengisi sesi dialog dalam Forum Diskusi Bersama Kepala Diskominfo Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia dalam momen peringatan HPN di Medan, Selasa (7/2/2023) kemarin.
Dalam hak menerima informasi, masyarakat menitipkan kuasa itu kepada wartawan. Wartawanlah yang bertugas mencari informasi untuk memenuhi hak publik. Itulah mengapa menurutnya, kemerdekaan pers harus selalu dijaga, karena untuk memenuhi hak informasi setiap warga negara.
Meski demikian, wartawan tidak bisa sembarangan dalam menjalankan tugas pers. Arif mengibaratkan, dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik, wartawan bagai berjalan dalam sebuah lorong. Lorong sebelah kiri adalah pemenuhan hak publik untuk tahu. Dan lorong sebelah kanan adalah Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Wartawan menjalankan mandat kontitusi, memenuhi hak publik untuk tahu. Tetapi, mandat besar ini juga dibatasi oleh kode etik jurnalistik,” ujarnya.
Untuk memastikan apakah wartawan berjalan di dalam lorong yang ditentukan itulah, Dewan Pers dibentuk. Jika ada masyarakat yang tidak puas dengan karya jurnalistik, atau pihak tertentu yang keberatan dengan pemberitaan media, mereka dapat mengadukan ke Dewan Pers.
“Kalau zaman orde baru, tidak puas langsung tutup. Kami siap memediasi jika ada masyarakat yang tidak puas terhadap karya jurnalistik. Tidak boleh ada pembredelan, Dewan Pers bertanggung jawab untuk itu,” tegas Arif.
Jika ditemukan ada praktik jurnalisme yang buruk, bukan penutupan atau pembredelan perusahaan media yang akan dilakukan. Tetapi Dewan Pers akan membina perusahaan pers hingga berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (KRV/pt )diskominfo